Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk
Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya.
Ramadhan memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin. Hati
mereka merasa bahagia dan senang ketika Ramadhan akan datang. Semangat
untuk berbuat baik dan melaksanakan ketaatan meningkat. Menggelora
semangat dalam jiwanya yang diikuti badannya sehingga merasa ringan
melaksakanan ketaatan dan meninggalkan kemungkaran.
Pastinya, perasaan ini akan dirasakan setiap muslim, selemah apapun
imannya. Karena Ramadhan adalah bulan untuk melunakkan hati dan
menentramkannya. Masa untuk saling tolong menolong dan bekerjasama dalam
berbagai kebaikan dan ketaatan serta melaksanakan kebajikan-kebajikan.
Pada bulan itu tergambar persatuan umat dalam beberapa aktifitas,
seperti buka puasa bersama yang diadakan di rumah-rumah yang tidak biasa
ditemukan di luar Ramadhan. Pemandangan serupa juga dapat ditemukan
dalam pelaksanaan shalat Tarawih. Masjid-masjid dipenuhi jamaah saat
shalat Shubuh yang tidak biasa ditemukan di luar Ramadhan pada zaman
kita sekarang. Semua ini menjadi bukti nyata bahwa Ramadhan memiliki
nilai dan kedudukan mulia di hati umat Islam.
Sesungguhnya penghormatan dan perhatian umat Islam terhadap Ramadhan
tidaklah sama. Sebagiannya lebih atas yang lainnya sesuai dengan
pengetahuan dan ilmu serta semangat mereka dalam menghidupkan bulan
mulia ini. Karenanya, pada tulisan ini kami akan suguhkan beberapa
perkara yang menerangkan tentang seluk beluk Ramadhan sehingga lebih
berkesan di hati kita.
Sesungguhnya penghormatan dan perhatian umat Islam terhadap
Ramadhan tidaklah sama.
Sebagiannya lebih atas yang lainnya sesuai dengan pengetahuan dan
ilmu serta semangat mereka dalam menghidupkan bulan mulia ini.
Apa itu bulan Ramadhan?
Pertama, bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dari urutan 12 bulan
yang di sisi Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, juga sesuai
urutan yang telah ditetapkan oleh Umar bin al-Khathab radliyallaahu
‘anhu.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي
كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,” (QS.
Al-Taubah: 36)
Kedua, bulan yang Allah pilih untuk menurunkan Al-Qur’an di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنْ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS.
Al-Baqarah: 185)
Ketiga, bulan di mana Allah mulai mengutus Nabi dan utusannya,
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Keempat, bulan yang Allah jadikan darinya sampai Ramadhan berikutnya
sebagai penghapus dosa di antara keduanya.
Imam Muslim telah membuat satu bab dalam kitab al-Thaharah, “Bab
Shalat lima waktu, satu Jum’at ke Jum’at lainnya, satu Ramadhan ke
Ramadhan laiannya sebagai penghapus (kesalahan) di antara keduanya,
selama dosa besar dijauhi.” Di dalamnya, beliau menyebutkan hadits dari
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ
إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ
الْكَبَائِرَ
“(Antara) shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at dan Ramadhan ke
Ramadhan, terdapat penghapus dosa-dosa, selama tidak melanggar dosa-dosa
besar.” (HR Muslim, no. 233)
Kelima, bulan yang apabila sudah masuk malam pertamanya terdapat
banyak kebaikan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab al-Shaum, dari
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ
“Apabila telah datang Ramadhan, maka pintu-pintu surga dibula.” (HR.
Bukhari, no. 1898)
Dan dalam satu riwayat lain, masih dari Abu Hurairah radliyallaahu
‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ
“Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit
dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan.”
(Muttafaq ‘alaih)
Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu
langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para
syaithan. (al-hadits)
Keenam, Bulan yang Allah jadikan sebagai solusi bagi pelaku pelaku
dosa dan kesalahan, juga bagi pemburu surga dan derajat tinggi dalam
beragama.
Imam Bukhari dalam kitab Al-Tauhid, dari Abu Hurairah radliyallaahu
‘anhu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, dan berpuasa Ramadhan,
maka wajib bagi Allah untuk memasukkannya ke dalam surga, baik dia
berhijrah fi sabilillah atau duduk (tetap tinggal) di bumi
kelahirannya.” Mereka bertanya, “Ya Rasulallah, bolehkah kami
memberitahukan hal itu kepada manusia?” Beliau bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللهُ
لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا
بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللهَ فَاسْأَلُوهُ
الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ
فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya di dalam surga itu ada 100 derajat (tempat) yang telah
dipersiapkan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah, antara dua
derajat seluas langit dan bumi. Dan apabila kalian memohon kepada Allah
maka mohonlah surga Firdaus, karena sungguh dia terletak di surga yang
paling tengah dan paling tinggi, di atasnya adalah ‘Arsy Allah Yang Maha
Pemurah dan dari situlah terpancarnya sungai-sungai di surga.” (HR.
Al-Bukhari)
Dalam riwayat Muslim, Kitab Shalah al-Musafirin, dari Abu Hurairah,
Rasulullah pernah bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang berpuasa Ramadhan didasari iman dan hanya berharap pahala
dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq
‘alaih)
Ketujuh, bulan yang Allah jadikan umrah di dalamnya seperti haji.
Bukan itu saja, bahkan seperti haji bersama Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Al-Hajj, dari ‘Atha berkata,
Aku mendengar Ibnu Abbas radliyallaahu ‘anhuma mengabarkan kepada kami,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada
seorang wanita dari Anshar (Ummu Sinan), “Apa yang menghalangimu untuk
berhaji bersama kami? Lalu wanita tadi menyampaikan alasannya karena
kendaraannya dipakai jihad fi sabilillah. Kemudian Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda,
فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِي فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي
رَمَضَانَ حَجَّةٌ
“Apabila telah datang Ramadhan, berumrahlah. Karena umrah pada bulan
Ramadhan (pahalanya seperti) haji.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain, “Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji.”
(Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat lain lagi, “Karena sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan
menjadi pengganti (dalam pahala-red) haji atau haji bersamaku.”
(Muttafaq ‘alaih)
Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Umrah di bulan Ramadhan
menyamai haji” adalah dalam pahala, bukan pelaksanaannya menempati
kedudukan haji yang bisa menggugurkan kewajiban haji berdasarkan ijma’
bahwa umrah belum cukup dan tidak bisa menggantikan kewajiban
melaksanakan haji.
Ibnu al-Arabi berkata, “Haji tentang umrah ini adalah shahih dan
merupakan karunia dan nikmat dari Allah. Dan umrah menyamai haji karena
digabungkan dengan Ramadhan.”
Ibnu al-Jauzi berkata, “Di dalamnya, bahwa pahala amal akan bertambah
dengan kemuliaan waktunya seperti bertambahnya pahala dengan kehadiran
hati dan tujuan yang ikhlas.”
Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji adalah dalam pahala, bukan
pelaksanaannya menempati kedudukan haji yang bisa menggugurkan kewajiban
haji . .
Kedelapan, Bulan yang di dalamnya Allah adakan satu malam yang lebih
baik daripada seribu bulan dalam urusan dien dan amal hamba yang shalih.
Allah Ta’ala berfirman,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitab Shalah al-Tarawih, dari Aisyah
berkata, “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila sudah
masuk di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ
رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Dan dalam riwayat Muslim disebutkan pendapat Ubay bin Ka’b tentang
keyakinannya bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ke 27. Pada saat
itu, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk menghidupkannya.
Beliau juga menyebutkan tanda-tandanya, yaitu pada pagi harinya langit
terlihat putih terang, tidak ada cahaya matahari yang berserakan.
Kesembilan, bulan Ramadhan adalah bulan terbaik baik kaum mukminin
dan menjadi bulan terburuk dirasakan kaum munafikin.
Kalau kita perhatikan, maka orang-orang mukmin melaksanakan beberapa
amal kebaikan dan menyiapkan zakat hartanya untuk dia infakkan di bulan
Ramadhan. Mereka menyiapkan keuangan untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya sekaligus menyiapkan juga untuk membantu fakir miskin.
Mereka juga berlomba-lomba memberi santapan berbuka bagi shaimin.
Pada ringkasnya, bahwa bulan Ramadhan menjadi nikmat bagi orang
mukmin dan bencana bagi orang fajir dan munafik. Wallahu a’lam.
Sebaliknya, orang-orang munafik, mereka menyiapkan tontonan-tontonan
film, hiburan, dan berbagai permainan. Pada ringkasnya, bahwa bulan
Ramadhan menjadi nikmat bagi orang mukmin dan bencana bagi orang fajir
dan munafik. Wallahu a’lam. (mazrawul/voa-islam.com)
http://serumpunilmu21.wordpress.com/2010/08/12/sekilas-tentang-bulan-ramadhan/
0 komentar:
Posting Komentar